مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ
الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak
ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk
Surga.” (HR. Muslim (no. 26) dari Shahabat
‘Utsman Radhiyallahu anhu).
(Sila 1 = Ketuhanan yang maha Esa)
Pada hadits tersebut dimaksudkan bahwa pada saat seseorang
mati, dan ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, maka ia akan masuk
surga. Tidak ada Tuhan selain Allah berarti meyakini bahwa Allah Maha Esa,
relevan dengan sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda:
إِذَا حَكَمْتُمْ فَاعْدِلُوْا
Artinya: “Apabila
kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil!” (Dinyatakan hasan
oleh al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469])
(Sila ke 2 = Kemanusiaan yang adil dan beradab)
Pada hadits di atas, dijelaskan bahwa seseorang dalam memutuskan suatu hukum atau perkara, maka diwajibkan dan diharuskan untuk bersikap adil agar tidak terjadi ketimpangan antar pihak. Disitu berarti manusia diajarkan untuk bersikap adil dan beradab dalam menanggapi suatu hukum atau perkara. Relevan dengan sila kedua pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Pada hadits di atas, dijelaskan bahwa seseorang dalam memutuskan suatu hukum atau perkara, maka diwajibkan dan diharuskan untuk bersikap adil agar tidak terjadi ketimpangan antar pihak. Disitu berarti manusia diajarkan untuk bersikap adil dan beradab dalam menanggapi suatu hukum atau perkara. Relevan dengan sila kedua pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
اِنَّ اللهَ يَرْضَى
لَكُمْ ثَلاَثاً وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثاً يَرْضَى لَكُمْ اَنْ تَعْبُدُوهُ
وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَئاُ, وَاَنْ تَعْصَمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمشيْعاً وَلاَ
تَفَرَّقُوا وَاَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلاَّهُ اللهُ اَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ
ثَلاَثاً: قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةُ السُّؤَالِ وَاِضاَعَةُ المَالِ (روه مسلم))
Artinya: “sesungguhnya Allah meridloi
kamu dalam tiga perkara, meridloi kamu menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun; kamu berpegang teguh pada tali (agama) Allah dan tidak
bercerai berai; dan kamu mengikhlaskan kecintaanmu terhadap orang yang diberi
kekuasaan oleh Allah atau urusanmu. Dia membencimu dalam tiga perkara, yaitu
cerita dari mulut ke mulut; terlalu banyak meminta; dan menyia-nyiakan harta”.
(HR. Muslim)
(Sila ke 3 =
persatuan Indonesia)
Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah meridloi bagi siapa yang menyembahNya dan tidak menyekutukanNya serta menjaga persatuan dan kesatuan antar sesama umat manusia. Disitu jelas bahwa Allah menyuruh kita untuk selalu menjunjung persatuan dan kesatuan agar tidak terjadi perpecahan dalam suatu bangsa dan negara. Relevan dengan sila ketiga pancasila “Persatuan Indonesia”
Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah meridloi bagi siapa yang menyembahNya dan tidak menyekutukanNya serta menjaga persatuan dan kesatuan antar sesama umat manusia. Disitu jelas bahwa Allah menyuruh kita untuk selalu menjunjung persatuan dan kesatuan agar tidak terjadi perpecahan dalam suatu bangsa dan negara. Relevan dengan sila ketiga pancasila “Persatuan Indonesia”
إنما العلم بالتعلم والحلم بالتحلم
Sesungguhnya
ilmu itu diperoleh dengan dipelajari dan kebijaksanaan itu diperoleh dengan
belajar bijaksana. (HR. Al Khothiib dalam Tarikhnya, dihasankan oleh Imam Al
Albani dalam ‘Ash-Shahihah (no. 342)’)
(sila
ke 4 = Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan)
Pada hadits di atas dijelaskan bahwa suatu kebijaksanaan dapat diperoleh dengan cara belajar bijaksana. Jadi Rasul menegaskan bahwa seseorang dianjurkan untuk bersikap bijkasana dalam suatu hal dengan cara belajar bijaksana. Belajar bijaksana dapat dilakukan saat kita menjadi pemimpin yang bertanggung jawab kepada pasukannya. Relevan dengan sila keempat pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”
Pada hadits di atas dijelaskan bahwa suatu kebijaksanaan dapat diperoleh dengan cara belajar bijaksana. Jadi Rasul menegaskan bahwa seseorang dianjurkan untuk bersikap bijkasana dalam suatu hal dengan cara belajar bijaksana. Belajar bijaksana dapat dilakukan saat kita menjadi pemimpin yang bertanggung jawab kepada pasukannya. Relevan dengan sila keempat pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ
بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ
يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ
اللَّهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ
قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ وَرَجُلٌ
دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي
أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ
Abu hurairah r.a: berkata: bersabda nabi
saw: ada tujuh macam orang yang bakal bernaung di bawah naungan allah, pada
hati tiada naungan kecuali naungan allah: Imam(pemimpin) yang adil, dan pemuda
yang rajin ibadah kepada allah. Dan orang yang hatinya selalu gandrung kepada
masjid. Dan dua orang yang saling kasih sayang karena allah, baik waktu
berkumpul atau berpisah. Dan orang laki yang diajak berzina oleh wanita
bangsawan nan cantik, maka menolak dengan kata: saya takut kepada allah. Dan
orang yang sedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui
apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan orang berdzikir ingat pada
allah sendirian hingga mencucurkan air matanya. (buchary, muslim)
(Sila ke 5 = keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia)
Hadits tesebut menjelaskan bahwa salah satu dari tujuh orang yang akan berada di naungan Allah adalah imam (Pemimpin) yang adil. Jadi sudah jelas bahwa Rasul menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan saat kita menjadi suatu imam (pemimpin). Relevan dengan sila kelima pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
(Sila ke 5 = keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia)
Hadits tesebut menjelaskan bahwa salah satu dari tujuh orang yang akan berada di naungan Allah adalah imam (Pemimpin) yang adil. Jadi sudah jelas bahwa Rasul menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan saat kita menjadi suatu imam (pemimpin). Relevan dengan sila kelima pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
EmoticonEmoticon